tinggal di liang tikus bersama kecoa serta
kalajengking, berharap taman kota tidak dibangun
di atas tempat itu sebab keindahan untuk semua
berarti kami harus mengangkut kardus-kardus
pergi lalu menghadapi kengerian makin berbiak
di tempat lain, di manapun letaknya.
meski begitu di sana tidak ada kelaparan;
kami menanak kutu busuk, lahap menyantapnya
dengan lauk otak para demonstran atau seniman
yang terpikat imajinasi mereka sendiri
tentang hidup miskin yang bersahaja. Eksotisme:
ramai-ramai mereka terperosok ke pangkuan kami.
Mati.
demikianlah hidup merupakan remeh temeh menyenangkan;
kami belajar untuk tidak punya cemburu-selera-
harapan-atau apa saja, sebagaimana kami mencoba
kebal terhadap perubahan cuaca-mutasi genetik-
racun lipan-juga penyakit kelamin. Segalanya tenang:
angka penanggalan tetap berganti tanpa perlu
diperhatikan. Kami memang tidak menghitung apa-apa.
gsstf 15-17 Augustus 1995
==== catatan: ini puisi tahun jebot, nemu di laci meja... kalok nggak salah dimuatnya di Surabaya Post, satu hari minggu bulan September 1995 ... well, kalok salah, ya paling-paling bulan Oktober tahun yang sama ====
© Era Fiyantiningrum